Kabasaran, tarian perang dari Minahasa, Sulawesi Utara, dalam pembukaan Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, 5 Desember 2018. [BBC] |
Presiden Joko Widodo mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus aktif meluhuri dan melestarikan budaya bangsa Indonesia. Apalagi mengingat perkembangan zaman dan teknologi yang semakin cepat serta semakin tingginya penetrasi budaya lain yang masuk ke Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Presiden dalam sambutannya saat menghadiri acara Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Ahad, 9 Desember 2018.
"Kita harus selalu ingat untuk terus aktif meluhuri kebudayaan Indonesia, kebudayaan nusantara dan sekaligus menguatkan dan mengembangkannya dalam menghadapi perkembangan zaman tersebut," kata Kepala Negara.
Presiden meyakini bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan sendiri dibanding bangsa-bangsa lain. Menurutnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta peradaban bangsa Indonesia lahir dari pengalaman panjang menghadapi perkembangan zaman dan upaya dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada.
"Oleh karena itu, mengakar kuat kepada peradaban Indonesia adalah utama. Namun, menjaga budaya untuk terus tumbuh di tengah interaksi belantara budaya-budaya dunia adalah tantangannya," lanjutnya.
Fenomena perkembangan teknologi transportasi dan informasi yang semakin canggih dan cepat, lanjut Presiden, membuat lalu lintas dan interaksi budaya semakin padat dan kompleks. Baik itu berupa interaksi antarkelompok dan antarbangsa, interaksi antarkearifan termasuk interaksi antara yang lama dengan yang baru.
"Tetapi yang paling penting menurut saya, budaya kesadaran masyarakat bawah untuk meraih kesejahteraan untuk meraih kemajuan jangan sampai sirna. Dan dalam lalu lintas pemikiran dan gagasan yang semakin kompleks ini memang potensi gesekan juga semakin tinggi. Namun harus diingat peluang untuk toleransi dan kolaborasi sinergi juga selalu terbuka lebar," tuturnya.
Untuk menghadapi kompleksitas lalu lintas budaya tersebut, Presiden pun mengimbau semua masyarakat untuk teguh menjaga peradaban Indonesia sekaligus keterbukaan juga untuk berinteraksi. Selain itu, juga membangun kesungguhan bersama untuk bertoleransi dan untuk berbagi.
"Kita harus menjaga agar interaksi tersebut tidak didominasi oleh semangat untuk berkontestasi semata, tetapi juga interaksi tersebut harus dilandasi jiwa toleransi dan semangat untuk berbagi. Dan orientasi kebudayaan harus tidak keluar dari etos sehari-hari kita, etos keseharian kita," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Presiden pun memberikan ucapan terima kasihnya kepada para pegiat budaya yang telah menjaga agar kebudayaan Indonesia tetap mengakar kuat dan sekaligus tumbuh subur mewarnai belantara budaya dunia.
"Berkat semangat dan kerja keras bapak, ibu semuanya yang luar biasa. Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya," ungkapnya.
Presiden Joko Widodo juga menuturkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah panggung interaksi yang bertoleransi. Misalnya, _smart city_ yang menyediakan ruang publik yang inklusif sebagai panggung toleransi, atau bisa juga berupa ruang ekspresi dan kebebasan mimbar akademik dan berupa lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga pendidikan.
Dirinya menyadari untuk mewujudkan hal tersebut negara harus hadir sebagai fasilitator yang mendukung ekspresi toleransi. Peran negara tersebut antara lain dengan memberikan dukungan sumber daya, perlunya reformasi birokrasi kebudayaan yang fleksibel dan sesuai dengan tuntutan zaman, dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat melalui dewan kebudayaan dan dewan kesenian, dan sebagainya.
"Tetapi seberapa pun besarnya peran pemerintah sebagai fasilitator terhadap peluang ekspresi yang bertoleransi, tidak akan mungkin tanpa adanya ruang-ruang ekspresi dan ruang-ruang toleransi ada di masyarakat dan yang ada di para pemimpin bangsa ini baik yang di daerah provinsi maupun di pusat," ujarnya.
Menurutnya, ruang yang dibutuhkan bukan hanya ruang di luar diri, tetapi juga ruang yang ada di dalam tubuh dan pikiran-pikiran setiap individu. Karena ekspresi yang diwarnai toleransi dan toleransi yang diekspresikan juga membutuhkan ruang dalam hati dan pikiran.
"Membutuhkan ruang dalam niat di semua tindakan kita untuk membuka diri, untuk berbagi, dan untuk mengembangkan diri. Dan dengan cara ini insyaallah kita bisa mempercepat langkah hijrah kita menuju ke sebuah Indonesia yang maju," tandasnya.
Di penghujung sambutannya, Presiden membacakan sajak Diponegoro karya Chairil Anwar.
Sebelum memberikan sambutan, Presiden menyerahkan penghargaan kepada empat budayawan, yakni Tim Restorasi Candi Borobudur Ismojono, Hubertus Sadirin, Putu Wijaya, dan Zawawi Imron. (ksp)
Hal tersebut diungkapkan Presiden dalam sambutannya saat menghadiri acara Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Ahad, 9 Desember 2018.
"Kita harus selalu ingat untuk terus aktif meluhuri kebudayaan Indonesia, kebudayaan nusantara dan sekaligus menguatkan dan mengembangkannya dalam menghadapi perkembangan zaman tersebut," kata Kepala Negara.
Presiden meyakini bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan sendiri dibanding bangsa-bangsa lain. Menurutnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta peradaban bangsa Indonesia lahir dari pengalaman panjang menghadapi perkembangan zaman dan upaya dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada.
"Oleh karena itu, mengakar kuat kepada peradaban Indonesia adalah utama. Namun, menjaga budaya untuk terus tumbuh di tengah interaksi belantara budaya-budaya dunia adalah tantangannya," lanjutnya.
Fenomena perkembangan teknologi transportasi dan informasi yang semakin canggih dan cepat, lanjut Presiden, membuat lalu lintas dan interaksi budaya semakin padat dan kompleks. Baik itu berupa interaksi antarkelompok dan antarbangsa, interaksi antarkearifan termasuk interaksi antara yang lama dengan yang baru.
"Tetapi yang paling penting menurut saya, budaya kesadaran masyarakat bawah untuk meraih kesejahteraan untuk meraih kemajuan jangan sampai sirna. Dan dalam lalu lintas pemikiran dan gagasan yang semakin kompleks ini memang potensi gesekan juga semakin tinggi. Namun harus diingat peluang untuk toleransi dan kolaborasi sinergi juga selalu terbuka lebar," tuturnya.
Untuk menghadapi kompleksitas lalu lintas budaya tersebut, Presiden pun mengimbau semua masyarakat untuk teguh menjaga peradaban Indonesia sekaligus keterbukaan juga untuk berinteraksi. Selain itu, juga membangun kesungguhan bersama untuk bertoleransi dan untuk berbagi.
"Kita harus menjaga agar interaksi tersebut tidak didominasi oleh semangat untuk berkontestasi semata, tetapi juga interaksi tersebut harus dilandasi jiwa toleransi dan semangat untuk berbagi. Dan orientasi kebudayaan harus tidak keluar dari etos sehari-hari kita, etos keseharian kita," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Presiden pun memberikan ucapan terima kasihnya kepada para pegiat budaya yang telah menjaga agar kebudayaan Indonesia tetap mengakar kuat dan sekaligus tumbuh subur mewarnai belantara budaya dunia.
"Berkat semangat dan kerja keras bapak, ibu semuanya yang luar biasa. Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya," ungkapnya.
Presiden Joko Widodo juga menuturkan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah panggung interaksi yang bertoleransi. Misalnya, _smart city_ yang menyediakan ruang publik yang inklusif sebagai panggung toleransi, atau bisa juga berupa ruang ekspresi dan kebebasan mimbar akademik dan berupa lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga pendidikan.
Dirinya menyadari untuk mewujudkan hal tersebut negara harus hadir sebagai fasilitator yang mendukung ekspresi toleransi. Peran negara tersebut antara lain dengan memberikan dukungan sumber daya, perlunya reformasi birokrasi kebudayaan yang fleksibel dan sesuai dengan tuntutan zaman, dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat melalui dewan kebudayaan dan dewan kesenian, dan sebagainya.
"Tetapi seberapa pun besarnya peran pemerintah sebagai fasilitator terhadap peluang ekspresi yang bertoleransi, tidak akan mungkin tanpa adanya ruang-ruang ekspresi dan ruang-ruang toleransi ada di masyarakat dan yang ada di para pemimpin bangsa ini baik yang di daerah provinsi maupun di pusat," ujarnya.
Menurutnya, ruang yang dibutuhkan bukan hanya ruang di luar diri, tetapi juga ruang yang ada di dalam tubuh dan pikiran-pikiran setiap individu. Karena ekspresi yang diwarnai toleransi dan toleransi yang diekspresikan juga membutuhkan ruang dalam hati dan pikiran.
"Membutuhkan ruang dalam niat di semua tindakan kita untuk membuka diri, untuk berbagi, dan untuk mengembangkan diri. Dan dengan cara ini insyaallah kita bisa mempercepat langkah hijrah kita menuju ke sebuah Indonesia yang maju," tandasnya.
Di penghujung sambutannya, Presiden membacakan sajak Diponegoro karya Chairil Anwar.
Sebelum memberikan sambutan, Presiden menyerahkan penghargaan kepada empat budayawan, yakni Tim Restorasi Candi Borobudur Ismojono, Hubertus Sadirin, Putu Wijaya, dan Zawawi Imron. (ksp)
0 Comments