Menag Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam Workshop Penguatan Pendidikan Karakter, Deradikalisasi, Wawasan Kebangsaan, dan Moderasi Islam bagi Guru dan Tenaga Kependidikan, Bekasi, 10 November 2018. [rusdy-kemenag]

Menteri Agama Lukman Saifuddin mendorong agar para guru, khususnya guru madrasah untuk menekankan pentingnya pendidikan karakter dalam aktivitas pembelajarannya.
Saat bertemu guru pada Kegiatan Workshop Penguatan Pendidikan Karakter, Deradikalisasi, Wawasan Kebangsaan, dan Moderasi Islam Bagi Guru dan Tenaga Kependidikan di Bekasi Jawa Barat, Sabtu, 10 November 2018 malam, Menag berdialog interaktif dengan peserta workshop.
Ia mengawali paparanya dengan bertanya kepada peserta workshop, apakah itu karakter? Salah seorang guru menjawab, karakter adalah jati diri.  Menag bertanya kembali, sikap anak terhadap guru, apakah itu karakter? Guru lainnya menjawab, itu bagian dari etika.
Menurut Menag, ini menarik (karakter). Menag bercerita, ia dididik orang tuanya untuk membiasakan kalau makan dilakukan di meja makan.
“Selama makan bersama,  tidak boleh bicara ini itu. Makan, ya makan. Saya dididik seperti itu,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, meja makan menurutnya  tempat efektif untuk saling bicara. Saat ini, ujarnya, waktu bersama di meja makan adalah waktu yang mewah, langka.
“Terjadi pergeseran, poin yang ingin saya katakan, apakah itu esensi karakter?  Ini saya kira perku didiskusikan agar ada persepsi sama. Dan yang ajeg itu nilainya, dan  cara atau istiadat itu budaya.
Selanjutnya, kata Menag, kalau berbicara dengan yang dituakan, ia diajarkan untuk tidak boleh menatap matanya, harus menunduk.
“Dulu itu yang ditanamkan sebagai bentuk penghormatan. Ketika jadi orang tua, apakah itu saya lakukan pada anak saya? Ternyata dalam komunikasi harus saling menatap, agar ada interaksi, sudah beda,” jelasnya.
Ia menekankan, yang harus ditanamkan adalah karakter, seperti jujur sebagai nilai, tidak manipulatif.
Menag mengatakan, karakter itu esensi, termasuk  menghormati orang tua (takzim). Pertanyaannya adalah, bagaimana bentuk penghormatan di era saat ini.
“Pasti tidak sama. Tidak lagi seperti dahulu,” katanya.
Ia melanjutkan, ada ketersendatan bahwa saat ini lebih menekankan syariat sebelum hakekat. Menurutnya, semua ibadah dan persoalan dalam Islam, itu berdampak sosial, agar Islam itu rahmatanlilalamin.
“Tanpa berpretensi menyalahkan orang tua, ini adalah proses yang belum selesai, ini tantangan kita sebagai pendidik. Jadi, mari jangan berhenti dalam syariat saja, berislam itu menjalankan syariat untuk mencapai hakekat, itulah kemudian muncul moderasi,” ucapnya.
Hadir Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Suyitno, dan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam.(kemenag)

Post a Comment

0 Comments