Adel al-Shorgaby, seorang guru di Taiz, Yaman, di depan murid-muridnya. [via internet] |
Seorang guru di Yaman mengubah rumahnya jadi sekolah untuk ratusan anak-anak yang telah kehilangan kesempatan belajar di tengah ancaman Perang Yaman.
Di rumah guru bernama Adel al-Shorbagy, terlihat anak-anak antre berbaris untuk belajar.
Hampir 700 anak-anak datang setiap hari ke rumahnya yang ia ubah menjadi sekolah di kota Taiz yang dikelola pemerintah. Di kota ini pula menjadi pusat medan perang saudara tiga setengah tahun lalu, yang telah menyebabkan jutaan orang kelaparan.
Baik gerakan Houthi dukungan Iran dan pasukan pemerintah yang diakui internasional mengerahkan pasukan di berbagai distrik di kota barat daya, kota terbesar ketiga di Yaman.
Al-Shorbagy membuka sekolah setelah pecahnya perang karena tidak ada tempat untuk mengirim anak-anaknya sendiri untuk belajar. Namun 500 anak laki-laki dan perempuan berusia antara 6 hingga 15 tahun mendaftar untuk belajar di tahun pertama sekolah darurat tersebut dibuka.
"Semua sekolah ditutup dan kami memiliki masalah bahwa anak-anak kami terlantar di jalan," kata Al-Shorbagy kepada Reuters, seperti dikutip pada 1 November 2018.
"Kami membuka gedung ini sebagai inisiatif masyarakat. Itu adalah tugas bangsa dan kemanusiaan saya terhadap masyarakat saya," kata Al-Shorbagy.
Di dalam rumahnya, fasilitas dasar, dengan dinding bata terbuka dan celah besar yang semestinya dipasang jendela. Sementara tirai digunakan untuk membagi ruang kelas.
Anak-anak terlihat bersemangat meskipun belajar di lantai, dengan hampir tidak ada ruang untuk bergerak, apalagi menulis. Mereka berbagi buku sumbangan dan mengikuti salah satu dari 16 guru sukarelawan menulis di papan putih yang rusak.
Rumah Al-Shorbagy yang berubah jadi sekolah. [via internet] |
Mata pelajaran dalam kelas di antaranya matematika, sains dan bahasa Inggris. Al-Shorbagy mengatakan ia mengikuti kurikulum Yaman sebelum masa perang.
Meskipun penataan seadanya disertai kurangnya fasilitas, sekolah ini diserbu oleh anak-anak karena akses pendidikan yang putus dan hampir tidak mungkin menerima pendididikan semestinya.
Sekitar 2.500 sekolah telah rusak atau hancur sejak koalisi Arab campur tangan pada 2015 untuk memulihkan pemerintah yang diakui secara internasional, kata laporan UNICEF pada Maret.
Dua juta anak-anak Yaman putus sekolah, salah satunya adalah Shehab Mohamed Hazzaa, yang ibunya mendaftarkannya di sekolah Al-Shorbagy.
"Saya datang ke sini untuk mendaftar ... di sekolah dan kepala sekolah mengatakan kepada saya bahwa sekolah terlalu penuh dan menolak anak saya," kata sang ibu, yang menolak disebutkan namanya.
Satu-satunya pilihan lain di kota Taiz adalah sekolah swasta tetapi biayanya mencapai 100.000 riyal Yaman atau sekitar Rp 6 juta per tahun, angka yang tentu sangat tinggi bagi warga di negara termiskin di jazirah Arab. (tempo.co.id)
0 Comments