Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi [via publicanews] |
Ditjen Bimas Katolik memfasilitasi pertemuan Pemerintah dengan Tokoh Agama Katolik untuk menelaah lebih dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Pertemuan ini berlangsung di Jakarta dan digelar selama tiga hari, 15 - 17 November 2018. Selain unsur Kementerian Agama, kegiatan diikuti KWI bersama dengan beberapa Ormas Katolik seperti PMKRI, WKRI, Pemuda Katolik, FMKI, dan Dosen Katolik.
RUU Pesantren dan Lembaga Keagamaan yang telah disahkan sebagai inisiatif DPR mendapat respons beragam dari masyarakat, tidak terkecuali KWI. Salah satu catatan KWI, RUU ini belum menggambarkan pemahaman yang komprehensif terhadap Pendidikan Agama Katolik. Hal ini terbukti dengan masih adanya konsep dan istilah yang keliru atau kurang tepat sehingga dapat menimbulkan kebingungan dan permasalahan yang amat mendasar.
Mewakili Ketua Presidium KWI, RD P.C. Siswantoko mengapresiasi fasilitasi Ditjen Bimas Katolik. Menurutnya, pertemuan ini adalah wujud konkret sinergi pemerintah dengan Gereja yang harus dibina apalagi menghadapi berbagai isu.
"Kita sudah mencermati RUU ini, tampak ada pendidikan agama Katolik di dalamnya. Pada poin itulah Gereja Katolik punya kepentingan untuk mengkritisi dan menanggapi dan akan merangkumnya dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)," ujarnya.
"Pada poin itu ada beberapa hal terkait redaksi dan substansi yang perlu dikritisi. Ada beberapa frasa yang berbeda dengan tradisi dalam Gereja Katolik," sambungnya.
Romo Paulus C Siswantoko [via hidupkatolik] |
Romo Siswantoko berharap peserta pertemuan yang adalah orang-orang pilihan bisa saling berdiskusi dalam kasih.
Sementara itu, Dirjen Bimas Katolik Eusabius Binsasi menyampaikan bahwa Menteri Agama telah mengetahui adanya respons masyarakat atas RUU ini. Karena itu, Menteri meminta masukan, termasuk dari Gereja Katolik untuk disampaikan kepada Presiden sebelum RUU ini ditetapkan menjadi UU.
"Pertemuan ini sangat penting, berpengaruh pada pelaksanaan tugas Bimas Katolik sebagai wadah masyarakat Katolik yang ada di Pemerintah. Bimas Katolik tidak boleh melepaskan diri dari gereja,” ungkapnya.
“Gereja itu otonom dan kami harus perkenalkan otonomitas Gereja Katolik, disamping juga harus menjaga kewibawaan gereja di hadapan Pemerintah,” tutupnya. (kemenag)
0 Comments